Sejarah BK Di Indonesia

Perkembangan layanan bimbingan di Indonesia berbeda dengan di Amerika.Jika di Amerika dimulai usaha perorangan dan pihak swasta,kemudian berangsur-angsur menjadi usaha pemerintah. Sedangkan Indonesia perkembangannya dimulai dengan kegiatan di sekolah dan usaha-usaha pemerintah. Mengenai penggunaan istilah Guidance dan Counseling di Indonesia ada yang yang tetap menggunakan istiah bahasa asing sehingga sering disingkat “GC”, Bimbingan dan Penyuluhan dengan singkatan “BP”dan Bimbingan dan konseling dengan singkatan “BK”. Dan dipergunakan di IKIP YOGYAKARTA adalah Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan konseling secara formal dibicarakan oleh para ahli baru pada tahun 1960. Tetapi di Yogyakarta pada tahun 1958, Drs.Tohari musnamar, dosen ikip Yogyakarta telah mempelopori pelaksanaan BK di sekolah untuk pertama kali di SMA Teladan Yogyakarta. Sedang pada tahun 1960 di adakan konferensi FKIP seluruh Indonesia di Malang, memutuskan bahwa bimbingan dan konseling dimasukan dalam FKIP. Dan pada tahun 1961 mulai diadakan layanan bimbingan dan konseling diseluruh SMA Teladan di Indonesia, sejak itu lah BK di Indonesia dimulai. Pada kurikulum 1975 untuk sekolah umum, dan kurikulum 1976 untuk sekolah kejuruan dicantumkan secara tegas bahwa layanan bimbingan dan konseling harus dilaksanakan pada tiap-tiap sekolah. Perkembangan mengenai bimbingan dan konseling disekolah di Indonesia sangat dirasakan perlu dan pentingnya ada pembimbing khusus (profesional) yang mengenai bimbingan dan konseling di sekolah. Perumusan dan pencantuman resmi di dalam rencana pelajaran SMA disusul dengan berbagai pengembangan layanan bimbingan dan konseling disekolah, seperti rapat kerja, penataran dan lokakarya. Puncak dari usaha ini adalah didirikannnya jurusan bimbingan dan penyuluhan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan(IKIP) negeri. Salah satu yang membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan adalah IKIP Bandung pada tahun 1963 yang sekarang dikenal dengan nama UPI. Usaha mewujudkan sistem sekolah pembangunan dilaksanakan melalui proyek pembaharuan pendidikan, yang diberi nama Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) yang diuji coba didelapan IKIP, menghasilkan dua naskah penting dalam sejarah perkembangan layanan bimbingan di Indonesia yaitu: a. Pola dasar rencana dan pengembangan program bimbingan dan penyuluhan melalui proyek-proyek perintis sekolah pembangunan. b. Pedoman operasional pelayanan bimbingan pada proyek-proyek perintis sekolah pembangunan. Berdasarkan penelaahan yang cukup kritis terhadap perjalanan historis gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia, Prayitno (2003) mengemukakan bahwa peridesasi perkembangan gerakan bimbingan dan koneling di Indonesia melalui lima periode yaitu: 1) wacana dan Pengenalan (sebelum 1960 sampai 1970-an) Pada perioode ini pembicaraan tentang bimbingan dan konseling telah dimulai, terutama oleh para pendidik yang telah mempelajari diluar negeri dengan dibukanya juruan bimbingan dan penyuluhan di UPI Bandung pada tahun 1963. Pembukaan jurusan ini menandai dimulainya periode kedua yang secara tidak langsung memperkenalkan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat, akademik, dan pendidikan. Kesuksesan periode ini ditandai dengan diluluskannya sejumlah sarjana BP dan semakin dipahami dan dirasakan kebutuhan akan pelayanan tersebut. 2) Pemasyarakatan (1970 sampai 1990-an) Pada periode ini diberlakukan kurikulum 1975 untuk sekolah dasar sampai sekolah menengah tingkat atas dengan mengintregasikan layanan BP untuk siswa. Pada tahun ini terbentuk organisasi profesi BP dengan nama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia). Pada periode ketiga ini ditandai dengan berlakunya kurikulum 1984 yang difokuskan pada bimbingan karir. Pada periode ini muncul beberapa masalah seperti: berkembangnya pemahaman yang keliru yaitu mengidentikan bimbingan karir (BK) dengan BP sehingga muncul istilah BP/BK, kerancuan dalam mengimplementasikan SK Menpa no 26 tahun 1989 terhadap penyelenggaraan bimbingan di sekolah yang menyatakan bahwa semua guru dapat diserahi tugas melaksanakan pelayanan BP yang mengakibatkan pelayanan BP menjadi kabur baik pemahaman maupun mengimplementasikannya. 3) Konsolidasi (1990-2000) Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan bahwa pelayanan BP itu dapat dilaksanakan oleh semua guru yang ditandai dengan : 1)diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi konseling istilah yang dipakai sekarang adalah bimbingan dan konseling “BK” 2)pelayanan BK disekolah hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing yang secra khusus ditugasi untuk itu 3)mulai diselenggarakan penataran (nasional dan daerah) untuk guru-guru pembimbing 4)mulai adanya formasi untuk mengangkat menjadi guru pembimbing 5)pola pelayanan BK disekolah dikemas “BK Pola 17” 6)dalam bidang pengawasan sekolah dibentuk bidang pengawasan BK 7)dikembangkannya sejumlah panduan pelayanan BK disekolah yang lebih operasional oleh IPBI. 4) Lepas Landas Semula diharapkan periode konsolidasi akan dapat mencapai hasil-hasil yang memadai, sehingga muncul tahun 2001 profesi BK di Indonesia sudah dapat di tinggal landas. Namun kenyataannya masih ada permasalahan yang belum terkonsolidasi yang berkenaan dengan SDM yaitu mengenai untrained, undertrained, dan uncomitted para pelaksana pelayanan. Namun pada tahun-tahun selanjutnya ada perkembangan menuju era lepas landas yaitu : 1)penggantian nama organisasi profesi dari IPBI menjadi ABKIN 2)Lahirnya undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang didalamnya termuat ketentuan bahwa konselor termasuk salah satu tenaga pendidik (bab I pasal 1 ayat 3)kerja sama pengurus besar ABKIN dengan dikti depdiknas tentang standarisasi profesi konseling 4)Kerja sama ABKIN dengan direktorat PLP dalam merumuskan kompetensi guru pembimbing (konselor) SMP sekaligus memberikan pelatihan bagi mereka. Penataan bimbingan terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam Pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. Selanjutnya, pada tahun 2001 terjadi perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Pemunculan nama ini dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik.

1 komentar: